Kimia, Oh... Kimia

Sumber gambar: pixabay.com/PublicDomainPictures

18 Maret 2015. Sekitar jam 14.30 - 15.00.

Tersebutlah seorang teman saya bernama Michael. Ia anak kimia, dan mendadak mengajak saya untuk diskusi tugas kimia—yang notabene diberikan hari itu juga.

Awalnya, hanya kami berdua. Tapi, saya ajak juga Santa. Awalnya Santa hendak pulang. Namun akhirnya dia juga mau. Diikuti oleh dua teman lain, Ropatina dan Hot Junita, yang tak sengaja mendengar percakapan kami.
Kami pergi ke markas, di depan kelas 9-1. Kami berbagi tugas. Masing-masing mengerjakan yang dikuasai. Ujungnya, dari tujuh soal, hanya dapat dua soal. Michael pulang lebih awal karena kelamaan. Digantikan oleh Rimpun yang tadinya di belakang sekolah bersama kelompok padus.

Sama saja. Sampai jam empat, kami tak kunjung mendapat lebih dari dua. Sampai saya meminjam catatan Rimpun yang lebih rapi, tetap tak nalar juga.

"Meceee, ayolah, pulaaang," Rimpun mengemis-ngemis.

"Tunggu, Pun! Sebentar lagi!" cegah saya. "Nomor 116-nya kusalin dulu," lanjut saya sambil menuliskan jawaban itu di buku Rimpun.

Begitulah. Rimpun sampai 'merengek' minta pulang duluan. Katanya, cucian menumpuk. Saya ikut memohon ia jangan pulang dulu, supaya tugasnya juga selesai. Jujur saja, saya tidak yakin ia mau menyelesaikannya. Ahaha.

Jam empat lewat, beberapa teman dari kelompok paduan suara (padus) datang. Ada Arlinton, Bona dan Jane—mereka anak kimia juga, si kembar Jessica-Yessica, Gray (bernama asli Demas), Robert dan Tamara. Langsung saja, kami tanyakan pada Arlinton, Bona, dan Jane. Tapi...

"Aku nggak mengerti apa yang diminta dari soal ini!" keluh Arlinton

"Aku sedang tidak connect," Jane juga mengeluh, begitu pula Bona.

Setengah lima, Rimpun tak tahan ingin pulang. Ia membereskan semua peralatannya.

"Handphone-mu aktif, 'kan, Pun?" tanyaku.

Jawab Rimpun, "Iya. Nanti kirimkan, ya!"

Saya balas, "Oh, ya, sudah. Hidupmu enak sekali, ya!"

Terjadilah demikian, diikuti Arlinton, sebab arah rumah mereka sama dan utamanya, mereka SATU ANGKOT!

Seusai kepulangan Rimpun dan Arlinton, tak disangka sang guru mata pelajaran tercinta, Pak Joxs (baca: Joks), lewat dan melihat kami.

"Kenapa kalian belum pulang?!" teriaknya.

Kami menjawab serentak, "DISKUSI, PAAAK! KIMIAAA!" Dan ada yang menunjukkan buku cetak kimia ke beliau.

Pak Joxs cuma mencibir, kemudian berlalu untuk mengajar les sore kelas 12. Tapi kemudian, beliau teriak dari tangga atas memanggil Bona; hendak diajarkan!

Bona pun mencari teman agar tidak sendiri, dan sayalah orangnya. Sebenarnya, keinginan saya sendiri agar tidak membuang waktu dan... PENASARAN DENGAN JALAN CERITA SOAL TERSEBUT!

Dengan santainya, Pak Joxs menerangkan dan selesai dengan singkat. Saya dan Bona kembali ke markas dan mengoper (mendikte) jawabannya pada teman-teman lain. Semuanya selesai pukul setengah enam lewat sedikit.

Sesampainya di rumah, saya nonton Naruto sebentar, lalu mandi. Menganggur sampai jam sembilan karena kelelahan, lalu menyalin jawaban tugas kimia. Semuanya selesai pukul setengah sepuluh.

Cepat-cepat, saya telepon Rimpun. Pertama, tidak aktif. Berarti, HPnya memang sedang non-aktif. 'Gimana ini? Katanya aktif!'. Saya coba dua kali lagi, dan sama saja. Sebab itu, saya putuskan untuk bangun cepat besok. Kebetulan, ringkasan untuk catatan geografi belum selesai.

Sekitar pukul setengah enam pagi, saya bangun. Dengan mata masih mengantuk, saya berusaha menyusun roster—mencari beberapa buku dalam tumpukan buku. Tetapi, apa yang saya hendak kerjakan tidak ketemu.

Buku cetak geografi saya tidak ada! Antara ingat dan tidak ingat, buku saya sepertinya dipinjam. Tapi, siapa?! Begitu juga buku catatannya, masih dipinjam sama teman sekelas saya. Buku cetaknya? Tidak tahu.

Entah mengapa, ingin menangis rasanya. Buku cetak itu sangat berharga, mahal pula. Mengapa yang meminjam tidak mengembalikan? Mengapa harus menunggu saya yang memintanya? Kamu, 'kan, meminjam. Seharusnya, kamu harus segera mengembalikan tanpa diminta oleh saya.

Lima belas menit habis untuk memastikan bahwa buku cetak geografi tidak ada. Akhirnya, saya putuskan untuk mandi saja. Percuma mencari terus. Saat masuk ke kamar mandi, ternyata sungguhan menangis—mengingat sudah tiga kali kejadian seperti itu.

Sekitar pukul 06.05, saya selesai mandi. Langit masih hitam. Kegiatan selanjutnya selesai hingga pukul 06.15. Saya bersiap berangkat. Mengingat masih terlalu pagi, Ibu saya heran.

"Jam segini sekolahnya sudah buka?" tanya beliau tak yakin.

Sontak saya jawab, "Sudah."

"Mau ngapain, sih, sepagi ini?" tanyanya lagi.

"Mau mengerjakan PR," kata saya berbohong, karena sebenarnya mau membagikan jawaban pada Rimpun; saya sudah berjanji dan dia memang sering datang pagi.

Kami pun berangkat saat langit masih sangat gelap, pukul 06.20. Tak sesuai perkiraan beliau, sekolah memang sudah terbuka.

Saya turun dari sepeda motor dan melihat Arlinton. Langsung saya stop dia dari jarak lima meter, supaya masuk kelas bersama.

Daerah tangga gelap sekali. Lorong kelas juga. Arlinton mencari-cari Rimpun karena mereka berangkat bareng. Kelas belum dibuka, sehingga kami mencicil di markas, hanya tiga meter dari kelas kami. Kebetulan, saya belum selesai satu soal, sedangkan ia sudah.

Cepat-cepat saya salin jawaban singkat itu, dan Rimpun datang! Saya mengomel (bercanda) sedikit padanya karena kemarin malam HPnya tidak aktif. Padahal, kami tidur di jam yang sama!!

Selesai menyalin, kami masuk ke kelas karena sudah dibuka oleh pegawai. Mungkin karena melihat saya dan Arlinton mencoba membuka pintu beberapa saat lalu. Oh, iya, kalkulator Arlinton sempat rusak sejenak, layarnya tergeser karena terjatuh—ia terburu saat mengangkat tas.

Di kelas, Rimpun dan Arlinton akhirnya leluasa menyalin. Senang, usaha saya untuk menolong mereka berhasil, terkhusus Rimpun. 
Memang agak terganggu sedikit karena Anggi sudah datang. Mereka bertiga jadi berebut membalik lembar buku. Tapi, masih berapa lama sebelum lonceng, Rimpun (dan Arlinton) selesai menyalin. Bahkan Rimpun masih sempat meringkas catatan geografi! Hahaha.

Comments

POPULAR POSTS

About Me!

Space Journey~