Bahagia dan Menderita
Bahagia
dan Menderita
Naruto
(c) Masashi Kishimoto
.
Bahagia itu...
Seperti di saat Naruto berhasil membuat Fuuton Rasen
Shuriken-nya dan melemparnya ke lawan.
Yep, dilempar.
Bukan membawanya lalu menyerang lawan yang kemudian
membuat tangannya sendiri patah, seperti saat melawan Kakuzu.
Suatu keinginan yang ingin kita capai, lebih daripada
sebelumnya butuh pengorbanan.
Berlatih.
.
Bahagia itu...
Seperti Sakura yang pintar dan cepat memahami jurus
baru.
Sayangnya, dia masih miskin jurus sendiri,
dan kemudian
sadar akan terlalu seringnya dirinya minta tolong.
Pada akhirnya, ia minta dijadikan murid pada salah satu
sang legenda sannin, Tsunade,
dan berhasil melesat jauh bersama taijutsu serta
medisnya.
Masa lalu yang lemah mendorong kita untuk menjadi lebih
kuat.
Tekad.
.
Bahagia itu...
Seperti Itachi yang dilampaui oleh adiknya sendiri.
Dengan modal berbohong, tak tega, dan motivasi untuk
mendendam,
Itachi secara tak langsung mengajari Sasuke yang pada
akhirnya membunuhnya dengan tidak hormat.
Kesalahpahaman dan ketidak-sabaran Sasuke membuat
Itachi rela mengorbankan nyawanya demi adik yang harus mencari tahu kebenaran
sendiri.
Apalah
arti jiwa yang bertahan sementara dibandingkan kebijaksanaan yang akan tertanam
dan diingat sepanjang masa?, mungkin pikir Itachi.
Kesadaran.
.
Bahagia itu...
Seperti Kakashi yang terbuka matanya bahwa dunia
shinobi dan perang masih didasarkan pada teman.
Sekalipun Obito mengatakan itu karena ada rasa pada
Rin, setidaknya Kakashi bisa mencampakkan egonya hingga kehilangan Obito yang
tertimpa batu.
Melanggar peraturan bukan berarti berkhianat, tapi jika
tak bisa mengikuti peraturan, sama dengan sampah.
Setia.
.
Bahagia itu...
Seperti Sai yang terpaku pada segel Danzou agar tidak
membocorkan rahasia yang jelas-jelas membahayakan orang.
Tapi, setelah Danzou mati, ia bisa leluasa mengutarakan
perasaannya tentang teman, senyuman 'palsu', bahkan kenangan mengharukan
tentang Shin.
Setelah bebas dari hal yang menyiksa, semuanya terasa
seperti surga;
Layaknya hari-hari setelah selesai ujian.
Lega.
.
Bahagia itu...
Seperti Deidara yang mengaplikasikan seninya pada
ledakan.
Ketika terdesak melawan kesombongan Sasuke, Dei merasa
harus menunjukkan C4nya, jurus terhebat sekaligus punya resiko terhebat juga;
nyawa.
Dengan itu, Dei berhasil menunjukkan semuanya walau
dirinya kalah.
Memperlihatkan sesuatu terhebat milik kita sekalipun
masih tertandingi jauh.
Puas.
.
-Tsudzuku?-
Curhat
yang nggak sengaja terpikir saat mau naik kelas 11 saat itu. Karena harus
berpisah sama teman-teman, jadi terpikir untuk bikin kenangan. Kebetulan, lagi
masa-masa di mana Naruto jadi trending
topic di kelas—sekalipun lagi ujian -_- Eh, jadinya hanya putus di sini.
Next:
Tenten-chii, Papa Minato, Mama Kushina, Lee gejimayu, dan Neji-niisama—maaf,
maaf, sesukanya bikin nicknameee! Ampuuun!
Comments
Post a Comment