Indahnya Kalian
Indahnya
Dirimu (C) Hivi!
.
Hei,
kau yang berdiri di sana.
Hei,
kau yang di sana. Iya, kau yang sedang berbincang dengan teman lamamu. Kenapa
kau nggak pernah sendiri? Kenapa kau selalu bersama teman-teman lamamu itu? Oh,
ayolah. Kapan kau menyendiri? Di tangga, di depan kelas kita, di depan kelas
temanmu itu, ah—
Eh,
aku ingat kau pernah sendiri. Tapi… saat kau sedang memainkan gitar. Nah, nggak
mungkin aku mengganggumu, 'kan? Please, deh. Ternyata bahaya juga kalau aku
tiba-tiba menyapamu yang sedang sendirian. Huft.
Tahukah
'ku di sini penuh tanya?
—Err,
bukan ingin bertanya, sih. Hanya… ingin… bertanya—Maksudku, aku ingin
menanyakan sesuatu, bukannya penasaran tentang apa yang kaupikirkan tentangku,
atau hal lain yang sering dipikirkan karakter utama cewek di manga-manga serial
cantik mengenai teman sekelas cowok yang disukainya. Lagipula, kau bukanlah
cowok yang kusukai. Kurang lebih seperti itu.
Oh,
mengapa begitu sempurna,
Sempurna.
Iya, sempurna. Kau tahu, nggak? Setiap aku melihat gambar itu di ponselku, aku selalu terbayang-bayang, sampai
berteriak-teriak nggak jelas di dalam hati. Terkadang juga memekik pelan dengan
nada berbisik di kamar mandi, di kamar tidur, bahkan di ruang tamu saat
semuanya sudah terlelap. Ah, untung saja aku bisa mengendalikan diri. Hihihi,
bohong. Emosiku juga sering lepas kendali. Tapi tetap bisa kutahan dengan
menutup mulutku—Ya! Aku sadar, aku sering mendadak tersenyum sendiri, karena
bayangan tentang itu tiba-tiba
melewati pikiranku. Duh.
hingga
detak jantungku berdebar-debar dengan begitu hebatnya?
Huaaah!
Bukan, bukaaan! Nggaaak, nggak berdebar-debar! Ini... ini..., bukan bayangan
tentang adegan cinta... tapi..., adegan yang berhubungan dengan cinta... Duh,
mulai ngawur lagi! Aduuuh, bagaimana ini?
.
.
.
Angin
seakan membawaku menghampirimu,
Du
du du~ Aku keluar dari kelas dan... wah, kau sedang sendirian, ya!
"Pres!"
seruku, seakan angin yang membawaku menghampirimu.
Kau
langsung menoleh (bagus!), "Ada apa, Mei?"
Aku
diam sejenak melihat wajah penasaranmu. Errr, aku harus bilang apa, ya? Ah,
begini saja, "Aku terbayang-bayang terus, lhooo!" ucapku dengan
senyum bahagia. "Astagaaa, aku berteriak-teriak sendiri di kamarku, kayak
orang gila—ASTAGAAA!" Aku mengoceh terus sambil menutup-nutupi wajahku
yang sedang... seperti fangirling-an.
Kau
bingung, "Apa, Mei? Apanya yang terbayang olehmu?"
"Itu,
lhooo. Adeganmu dengan uke-mu kemariiin!" ujarku sedikit memaksa agar kau
ingat.
"Oh,
aku dengan si Daniel?"
"Kau
udah tahu arti 'seme', ya? Oh, iyaaa. Kemarin aku yang memberitahu.
Ehehehe."
"..."
"Pres,
bikin lagi, dong. Sekali lagi! Pleaaase!"
Kau
langsung mencari uke-mu dan syukur seribu syukur, dia baru saja muncul dari
tangga. Tanpa basa-basi, entah kenapa kau langsung memanggilnya dengan
semangat. Entah kenapa juga, rasanya tubuhku memanas, ikut bersemangat. Aku
sadar, aku mulai memasang senyuman yang nggak jelas maksudnya. Tapi, kau tahu,
'kan, senyumku itu punya arti. Aku juga tahu, kok, kau tahu arti senyumku itu.
demi
satu niatku selalu menjagamu,
Ah,
aku nggak berniat menjagamu. Tapi aku berniat untuk melihat kalian...
—KYAAA!
ASTAGAAA!
Leher si Uke—Kau ikat di lenganmu, KYAAA, KEPALAMU DEKAT SEKALI DENGAN
KEPALANYA, ASTAGAAA! WAJAH KALIAN DEKAAAT!
—MATAAA,
DEKAAAT SEKALI! AAARGH, SALING TATAP-MENATAP, MAMPUUUS!
SUDAH,
SUDAAAH, HENTIKAAAN—KALAU NGGAK, AKU MIMISAN, NIH.
"Is that enough, Mei?" Akhirnya, kau
lepas juga tanganmu yang sok berlagak seme itu. "Kau udah senang, 'kan?"
lanjutmu dengan senyum sok menghibur.
Dan...
aku merasakan diriku masih tersenyum-senyum berseru 'astaga astaga' sambil
menutup-nutup wajah dengan telapak tanganku lagi. Pas seperti yang kulakukan di
rumahku saat aku sendiri.
tanpa
tahu untuk apa 'ku membuang waktu.
Aku
menarik nafas panjang lalu menghembusnya, "...Belum," jawabku dengan
kejamnya. "Tapi... terima kasih, ya. Sebenarnya itu masih kurang."
Sungguh,
saat itu nggak ada kejadian yang membuang waktu. Semua waktunya terpakai dengan
sempurna. Oke, aku senang sekali. Senang! SENANG! Waktuku sama sekali tidak
terbuang, setidaknya menurutku. Sekali lagi, tak ada yang percuma dari kejadian
barusan.
.
.
.
Mungkin
kejadian di atas nggak akan terjadi. Itu hanya bayangan harapan semata. Kau,
'kan, nggak pernah sendiri. Jadi, mustahil untuk membuatnya menjadi kenyataan.
Kecuali... yah, nggak ada kecuali. Kita bukan teman dekat. Bukan teman sekelas
dulunya. Kau dari kelas sebelah saat kelas sepuluh. Sekarang kita sekelas.
Karena itu, aku merasa tidak berhak untuk mengganggumu saat kau sedang sendiri
sekalipun.
Indahnya
dirimu,
ingin
s'lalu bersamamu di setiap waktu,
habiskan
sisa hidup denganmu.
Bukan.
Yang benar adalah: indahnya kalian berdua saat melakukan itu. Ingin sekali
melihat kalian sering seperti itu. Aku... fujoshi? Ehm, aku hanya suka
teman-teman sekelasku yang kujadikan sebagai pasangan boys love. Apa itu termasuk fujoshi? Kurasa bukan.
Menghabiskan
sisa hidup dengan memikirkan kalian? Kurasa nggak juga. Aku punya pasangan
favorit sebelum kalian. Bedanya, mereka susah untuk diajak melakukan fanservice. Kalian... mau-maunya disuruh
oleh saya.
Andaikan
dirimu dapat 'ku miliki sepenuhnya, seutuhnya,
Uwaaah,
kalau kalian menjadi one-true-pairing-ku
yang sepenuhnya dan seutuhnya, bagaimana, ya? Ahahaha. Nggak, lah. Aku sudah
punya one-true-pairing. Bisa-bisa
saja kalian membuat chemistry yang
lebih 'wah' lagi. Mungkin one-true-pairing-ku
yang sekarang akan tergeser oleh kalian..., ya?
'ku
'kan s'lalu ada 'tuk dirimu s'lamanya.
Ehm,
ahahaha. Kalimat itu lebih cocok jika kalian yang mengatakannya satu sama lain.
Finished
Semoga
nggak melanggar guidelines, ya TwT
Saya
bikin pakai liriknya karena memang si Aku sedang terbayang lagunya itu TwT
Comments
Post a Comment