Aku Juga Menyukaimu! (Tamako Market FanFiction)
Hari Mochi adalah hari ulang tahun Mochizou
juga. Bukannya mengingatkan Tamako, ia malah mengutarakan perasaanya. Apa jawaban
Tamako? Apa ia juga ingat hari ulang tahun Mochizou?/Semi-Canon, a little
MochiTama X3 Based on 9th episode and movie! / Birthday fic buat Mocchi!
Rated: K+ - Indonesian - Romance - [Mochizou O.,
Tamako K.] - Words: 1,428 - Status: Complete - id: 11550723
.
Aku juga Menyukaimu!
Tamako Market (C) Naoko Yamada
Sepulang sekolah, Tamako dan kedua teman
dekatnya—Kanna dan Shiori—berkumpul di depan kelasnya, kelas 2-A. Mereka
membicarakan soal hari ini, tanggal 10 Oktober, yaitu Hari Mochi. Saat
ini, Tamako bersandar di dinding. Sedangkan Kanna dan
Shiori berdiri di hadapannya.
"Hari ini adalah Hari Mochi. Kami akan
membuat mochi di depan rumah. Khusus untuk memperlihatkan pada pembeli!"
Tamako bercerita dengan riang.
"Kelihatannya seru," sahut Kanna
dengan nada datar khasnya. "Nanti aku datang membantu, ya,
Tama-chan." Ia membentuk jari ‘peace’, tapi matanya masih datar.
Shiori membetulkan kacamatanya. "A-aku ikut
membantu juga!" sahutnya, tak mau kalah.
Tamako terbelalak senang. "Waaa, arigatou,
Kanna-chan dan Shiori-chan!" ucapnya bahagia.
Tiba-tiba, Mochizou datang dari belakang Kanna
dan Shiori. "Tamako!" panggilnya dari jarak sekitar dua meter.
"Eh, Mochizou," Tamako sedikit
menjinjit, karena Mochizou tertutupi oleh Kanna dan Shiori. "Ada
apa?" tanyanya. Kanna dan Shiori segera mengambil posisi sejajar dengan
Tamako.
Mochizou menggaruk kepala. "Ehm, ada yang
ingin kukatakan padamu."
"He? Maji?" Tamako terkejut. Ia
penasaran. "Apa itu?"
Tepat di belakang Mochizou adalah lorong.
Midori, teman Tamako yang satunya berdiri di situ. Ia memberi kode pada Kanna
dan Shiori untuk pergi. Untungnya, Mochizou berdiri tepat di depan Tamako,
sehingga cewek twintail itu terhalang untuk melihat Midori.
"Ah, Tama-chan. Sepertinya, kami harus
pergi," pamit Kanna. Terdengar nada menyesal di tengah nada datarnya.
"Kami mau bersiap untuk ke rumahmu. Jaa ne." Ia menggandeng tangan
Shiori, lalu berlari pergi.
Shiori ikut berlari. "H-hai. Jaa ne!"
ucapnya agak keras, karena sudah sedikit jauh dari Tamako.
"Jaa naa~" Tamako membalas lambaian
mereka. "Mochizou, tadi mau bilang apa?" tanyanya, kembali ke topik.
Mochizou kaget. "A-ano... Sepertinya, aku
mengatakannya di jalan saja, ya." Ia ngeles karena grogi.
"Sou ka, berarti kita pulang bareng?"
"Kupikir jawabannya adalah 'ya'!"
"Hahaha. Ikou~"
Tamako dan Mochizou
akhirnya berjalan pulang bersama. Angin sepoi-sepoi menyapu pipi mereka. Sinar
matahari yang tak terlalu terik dipantulkan oleh danau di samping mereka.
Mochizou mulai
berbicara. "Ta-Tamako,
s-sebenarnya, dari dulu... aku... me—"
"Konnichiwa, Tama-neechan dan Mocchi!" seru Anko dari
belakang mereka, lalu menyusup ke tengah-tengah Tamako dan Mochizou.
Tamako menoleh ke
belakang. "Konnichiwa!" sapanya riang.
Mochizou terkejut, sebab
ia hampir mengutarakan kalimat yang ada di benaknya. "Anko pulang sendirian?" tanyanya
basa-basi.
Anko mendongak dan menatap Mochizou, lalu mengangguk. Saat itu juga, Mochizou memberi ekspresi
berisi kode pada Anko.
"E-eh, iya," jawab Anko terbata dan salah
tingkah. "Maksudnya
sendirian sebentar." ralatnya.
Tamako bingung, "Sendirian sebentar?"
"I-iya, 'sebentar'!" tegas Anko, ganti
mendongak ke arah kakaknya. Ia menyebarkan pandangan ke jalan raya, lalu
mencari-cari sesuatu. "Err—Haa, itu Yuzuki-kun!" serunya sambil menunjuk Yuzuki yang
sedang menunggu di sebuah kursi taman. "Aku akan pulang dengannya!" Kemudian Anko berlari
menjumpai Yuzuki. Ia melambai pada Tamako dan Mochizou, "Jaa, neechan dan Mocchi!"
Tamako tersenyum
lebar. "Jaa ne~" Ia melambai pada
Anko, begitu pula Mochizou. Tamako beralih menoleh Mochizou lagi, "Mochizou tadi mau bilang apa?"
Mochizou tersentak. "Sebenarnya... Aku menyukaimu!"
"Ooh," Tamako mengangguk polos. "Aku juga menyukai Mochizou. Kita, 'kan, sudah
menjadi teman sejak kecil." Lagi-lagi, ia tersenyum riang dengan
manisnya.
Mochizou salah
tingkah. "B-bukan yang
itu..." gumamnya
pelan.
"Eh? Maksudnya?"
"E-eto... Suka... Cinta... Pacar—daisuki,
ah!" Mochizou
kehilangan kata-kata karena grogi. Bayangkan, mengungkapkan perasaan pada orang
yang disukai saat perjalanan pulang sekolah. Hanya berdua. Entah itu bisa
dibilang romantis atau manis—ah, entahlah. "Aku tidak tahu bagaimana
mengatakannya."
"Begitu, ya."
Mochizou menoleh
penasaran ke Tamako. "J-jadi, apa jawabanmu, Tamako?"
Tamako malah salah
tingkah. "Na-nanti aku
pikirkan, ya! Sepertinya, aku masih agak terkejut. Go-gomen,
Mochizou!" Ia
berlari meninggalkan Mochizou, dengan wajah yang memerah. Tidak biasanya.
Mochizou menghela nafas
panjang seraya menatap Tamako berlari, "Sudah kuduga, jadinya seperti ini," ucapnya pelan. 'Dasar Tamako, kapan kau menyadari perasaanmu sendiri?'
Sesampainya di rumah,
Tamako langsung berganti pakaian. Ia masih memikirkan kata-kata Mochizou tadi.
Ia berusaha melupakannya, namun terus saja terngiang. Setiap mengingatnya,
wajah Tamako memerah sendiri, salah tingkah sendiri. Ia terus berusaha menutupi
salah tingkahnya itu. Berbahaya jika dilihat oleh Kanna, Shiori, Midori,
apalagi Anko, ayahnya, serta kakeknya!
Tamako merapikan
rambutnya. Ia memakai celemek putih, ada bordiran kelinci kecil di pertengahan
atas celemek itu. Tamako menepuk-nepuk wajahnya, sekedar mengingatkan diri
sendiri agar tidak mengingat kalimat Mochizou. Setelah menghela nafas panjang,
ia turun ke bawah.
Ayah dan kakek Tamako
membantu di dalam rumah. Anko juga. Itu artinya, Tamako dan teman-temannyalah
yang membuat mochi langsung di hadapan pengunjung di depan rumah (alias toko)
Tamako. Semuanya bekerja dengan riang.
Ayah Mochizou dan
tokonya adalah saingan terberat Tamaya, toko milik keluarga Kitashirakawa.
Mereka juga tak kalah semangat membuat mochi di depan toko mereka. Tentu saja
yang bekerja adalah ayah Mochizou dan Mochizou sendiri.
Keduanya berjuang agar
bisa mendapat banyak pembeli. Peluh bercucuran di dahi dan wajah kedua
laki-laki itu. Karena Tamako mempunyai lebih banyak personil, mereka tidak
terlalu mengeluarkan banyak keringat. Si sulung Kitashirakawa ini juga sempat
curi-curi pandang ke Mochizou. Setiap melihat cowok berambut coklat itu pula,
Tamako langsung salah tingkah. Wajahnya memerah.
"Aku hanya takut
kalau mochi kita tidak disukai pembeli.", begitulah pengakuan Tamako jika
ditanya mengapa wajahnya tiba-tiba memerah.
Bahan mochi Toko Tamaya
untuk dijual hari ini baru habis saat malam, begitu pula milik keluarga
Mochizou. Mereka pun selesai saat malam. Namun, Midori, Kanna, dan Shiori sudah
pulang duluan sejak sore. Tamako tidak mau merepotkan mereka.
Hari sudah malam. Pelanggan sudah tak ada lagi
yang datang. Tamako dan Anko, beserta ayah dan kakek mereka membereskan
barang-barang. Begitu juga keluarga Mochizou di seberang. Acara beres-beres
hampir selesai, namun Tamako dan Anko disuruh istirahat duluan.
Mendengar itu, Tamako buru-buru masuk ke
rumahnya, untuk mengambil sesuatu. Saat Tamako keluar lagi, Mochizou sudah akan
masuk ke rumahnya.
Tamako berseru cepat, "Mochizou! Chotto
matte!" Ia berjalan menyamping untuk menutupi apa yang dibawa di
tangannya. Ia menghampiri Mochizou.
Mochizou menoleh, lalu berbalik menghadap
Tamako. "Nani ka?"
Tamako sudah dekat dengan Mochizou. "Tutup
matamu sebentar. Hayaku!" perintahnya.
"Ba-baik!" Mochizou langsung
melakukannya.
"Buka kedua tanganmu!"
Mochizou mengikutinya.
Tamako menaruh kue yang dibawanya perlahan di
tangan Mochizou. Mochizou merasakan sesuatu di telapak tangannya, lalu ia
membuka mata.
"Otanjoubi omedetou, Mochizou!" ucap
Tamako sambil tersenyum manis.
Mochizou kaget. Ia terpaku, menatap kue itu dan
Tamako bergantian. Lima detik kemudian, Tamako berlari ke kamarnya. Dari
jendela, ia berteriak ke bawah, memanggil Mochizou, memberi kode untuk
melemparkan telepon cangkir mereka.
Mochizou merespon cepat. Ia berlari, masuk ke
kamarnya juga. Ia meletakkan kue pemberian Tamako di atas meja belajarnya.
Lilinnya masih menyala, padahal ia sudah berlari. Kekuatan cinta memang ajaib!
Mochizou cepat-cepat membuka laci meja
belajarnya, mengambil telepon cangkir berharganya, lalu membuka jendela. Ia melempar cangkir bertuliskan ‘Tamako’ pada Tamako.
Tamako menatap arah datangnya cangkir polystyrene itu.
Dengan cekatan, kedua tangannya menangkap benda penghubung antara dirinya dan Mochizou itu. Ia letakkan lubangnya di
mulut dan berbisik.
"Mochizou! Aku juga menyukaimu!
Ganti."
Tamako mendekatkan lubang cangkir pada
telinganya, menunggu jawaban dari Mochizou sambil tersenyum penasaran. Wajahnya
memerah karena excited.
Di seberang sana, wajah Mochizou pun ikut
memerah di tengah remangnya cahaya malam. "Ta-Tamako..." bisiknya,
tak percaya atas apa yang diucapkan Tamako barusan.
Tamako mendengar itu. Ia membalas, "Ada
apa? Ganti."
Mochizou terkikik. "A-aku belum bilang
'ganti'." katanya, masih terbata.
"Hahaha, gomennasai. Ganti."
"... Tamako... Arigatou!" serunya di
mulut cangkir, lega. "Ga-ganti!"
Tamako merasa geli di telinganya. Ia tertawa
sambil menutup mulut dengan telapak tangan. "Kawaii ne~" pujinya,
spontan. "Mochizou mengatakan 'ganti'-nya dengan gugup. Ganti."
"Hmm, lupakan. Ganti."
Tamako tak menjawab. Ia hanya mengangkat ibu
jari. Mochizou sudah menaruh cangkir di telinganya, namun ia bisa melihat
balasan Tamako tadi.
Tamako menggerakkan mulutnya tanpa suara,
membentuk kalimat 'Oyasumi! Mochizou ga suki desu!'. Si Ouji mengerti maksud
Tamako. Kemudian, ia melempar telepon cangkir miliknya pada
Mochizou.
Mochizou menangkapnya, lalu tersenyum lembut
pada Tamako. Keduanya menutup jendela dan tirai, lalu terlelap di kasur dengan
mimpi indah. Salah,
itu tidak benar. Keduanya tidak bisa
tidur, karena malu mengingat beberapa adegan pengakuan barusan. Keduanya
menyelimuti seluruh tubuh dengan wajah memerah dan membatin, 'A-apa
yang kulakukan tadi?!'.
...Dan lilin di kue Mochizou pun padam oleh
angin cinta yang berhembus di antara mereka.
-Owaru!-
Oke, kalimat terakhir sok romantis lllorz
Maaf, Dera-chan. Kamu nggak saya masukin di fic.
Nggak tau mau bikin kayak gimanaaa TTATT Gomeeen, fans-nya Deraaa!
OTAN-OMEEEE, MOCHIZOU OUJIII! SEMOGA LANGGENG
SAMA TAMA-CHAN, YAAA! WALAUPUN SEBENERNYA KAU UDAH PISAH, huhuhu, sediiiih TAT
Semoga diterima di universitas di Tokyo itu, ya. Semoga Mocchi *ngikutin Anko,
ceritanya* bisa membuat film dengan sugee! Hehehe. *padahal cuma anime*
Betewe, ultahnya Mocchi ternyata sama kayak
Naruto~ Saya... entah kenapa, senang .___.a Bisa termotivasi untuk membuat
hadiah untuk keduanya dalam waktu singkat. Yeei~
Betewe (lagi), ini fic pertama saya di fandom
ini. Semoga tidak mencemari, ya. Saya sudah berusaha sebaik-baiknya X3 Saya tau
Tamako Market dari Bobo, lho! Ah elah, Bobo ini sesuatu banget, yaa xDD
Sudah. Mind to review? *lah?*
Comments
Post a Comment